Desentralisasi penyerahan Kekuasaan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi. Pengertian ini sesuai dengan Undang-undang nomor 23 tahun 2014, dimana dengan adanya desentralisasi maka muncul otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
Provinsi Papua adalah Daerah Otonomi Khusus kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua melalui UU No 21 Ttg Otonomi Khusus Thn 2001 Khusus diberikan karena tuntutan Papua Merdeka oleh Rakyat Papua bukan kebijakan Jakarta.
Dalam kebijakan Pemerintah Indonesia secara sistematik masih mangantut sistem absolut yg terpusat secara kebijakan. Desentralisasi hanyalah simbol demokrasi pembangunan yg terhadap asas otonomi daerah, Negara ini tidak akan ada itikad baik dlm pembangunan yg terstruktur Mengapa? UU, Perpres PP, PERDA, PERGUB, PERBUP dll secara prosedur terstruktur tetapi secara kebijakan dan kekuasaan Pemerintah Pusat masih memakai sistem absolut yang otoriter.
Contoh evaluasi UU Otonomi Khusus No 21 Tahun 2021 dalam Pasal 77 adalah bunyinya:
"Usul perubahan atas Undang-undang ini dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua melalui MRP dan DPRP kepada DPR atau Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan".
Tetapi kenyataannya adalah RDP dari MRP dibatasi oleh Maklumat Kapolda Papua hingga kegiatan dibubarkan di 5 wilayah Adat oleh Aparat. Ini salah satu contoh padahal UU Otsus pasal 77. Desentralisasi asas otonomi daerah dan Otonomi Khusus adalah bukti pembagian kekuasaan pemerintahan pusat kepada pemerintah provinsi dan kabupaten namun implementasinya ruang kebijakan dan demokrasi dibatasi oleh negara dalam proses pembangunan bangsa secara langsung dan tidak membunuh karakter dan massa depan orang Papua.
Pembangunan Papua harus memahami realitas sejarah kolonialisasi. Penindasan sistem tidak sekedar membersihkan sampah diselohkan tetapi memutuskan sistem yg menindas dan UU No 21 Ttg Otonomi Khusus Thn 2001 akan berakhir Rakyat sudah menolak tetapi Jakarta masih ngotot Perpanjangkan UU Otsus bahkan DPRP jalur Otsus sudah diduduki di Parlemen?
Berbicara pembangunan tidak sekedar bangun infrastruktur dan fasilitasnya tetapi pentingnya membangun manusia untuk melakukan proses pembangunan secara sadar, damai dan bermartabat atas hidup dan selama Otonomi Khusus berlaku 20 Tahun yang ada hanya kebijakan anggaran tanpa kewenangan kebijakan dan regulasi hukum lainya, Otonomi Khusus hanya menjadi racun bagi orang Papua.
Masalah sektoral lainnya lahir dari akar persoalan sejarah Politik Papua, Papua adalah daerah jajahan, Bangsa penjajah tidak ada perhatian untuk membangun manusia dan tanah bagi bangsa yang dijajahnya.
Beberapa bulan ke depan akan revisi UU Otonomi Khusus versi Mendagri, DPR RI dan Rakyat Papua melalui Petisi Rakyat Papua yang tergabung 107 Organisasi Sipil, Gerakan, Mahasiswa, Perempuan dan Pemuda menolak Perpanjangan Otonomi Khusus dan Saya berpendapat bahwa dalam proses pembangunan dan penyelesaian konflik Papua Pemerintah Pusat Jakarta:
- Harus optimalkan desentralisasi kekuasaan, kebijakan dan regulasi hukum kepada pemerintah daerah dalam menjalankan proses Pembangunan sesuai kebutuhan daerah yang bebas dan berkelanjutan ditanah Papua
- Dalam pembahasan Otsus Pemerintah Pusat harus kembali pada UU Otsus pasal 77 agar Rakyat Papua menyampaikan aspirasinya secara demokratis tanpa paksaan oleh Jakarta apapun itu kesimpulannya.
- Persoalan sejarah Politik Papua harus diselesaikan agar konflik tidak berkepanjangan.
- Presiden Joko Widodo menepati janjinya pada 30 September 2019 yang menyatakan siap “berdialog dengan kelompok pro-referendum Papua, ULMWP.”
Oleh. Bernardo Boma
Penulis adalah Ketua DPD KNPI Kabupaten Dogiyai Periode 2019 - 2022 dan juga Eks Aktivis Aliansi Mahasiswa Papua.
Referensi :
(1) UU No 21 Tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua Tahun 2021
(2) https://id.m.wikipedia.org/wiki/Desentralisasi
(3) Seruan Gembala Dewan Gereja Papua 2021
Posting Komentar